Kbmi 4 Bank Apa Saja

Kbmi 4 Bank Apa Saja

Video: Rp47 Triliun Dana Asing Kabur, Rupiah Nyaris Rp16.000 Per USD

Baru-baru ini dunia bisnis dan perbankan dihebohkan dengan diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Pasalnya, di peraturan tersebut ada perubahan yang cukup menggemparkan terkait dengan pengelompokan bank umum yang tak lagi didasarkan pada kegiatan usaha, tetapi pada modal inti. Apa sebenarnya esensi dan tujuan dari peraturan tersebut serta bagaimana implementasinya? Simak uraian selengkapnya berikut ini.

Setiap bisnis pastilah memiliki modal sebagai sumber daya finansial yang wajib hukumnya. Demikian pula dalam bisnis di industri perbankan. Modal inti dalam perbankan dapat dipahami sebagai modal yang disetor oleh para pemilik bank dan modal yang bersumber dari cadangan yang dibentuk serta masih ditambah dengan laba yang ditahan. Jadi, modal inti bank merupakan akumulasi dari modal disetor, cadangan yang dibentuk, dan laba ditahan.

Ditinjau dari komposisinya, komponen terbesar dari modal inti adalah modal saham yang disetor. Sementara selebihnya tergantung pada laba yang diperoleh dan kebijakan yang diambil dan disepakati dalam rapat umum pemegang saham.

Redefinisi pengelompokan bank umum

Sebagaimana diketahui bersama bahwa pengelompokan bank umum didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Penggunaan istilah BUKU dalam penggolongan bank umum ini bertujuan untuk mendorong konsolidasi, karena pengajuan kegiatan usaha sering kali dikaitkan dengan modal inti. Permasalahannya, modal inti pada bank golongan BUKU I dianggap belum cukup untuk membuat kegiatan usaha atau produk bank tertentu.

Sebelumnya skema pengelompokan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) ditentukan sebagai berikut.

Industri perbankan yang semakin berkembang baik dari segi teknologi dan layanan, penggolongan bank tersebut dirasa tidak lagi relevan. Selain itu, sering menjadi penghambat bisnis bank bertumbuh sesuai yang diharapkan, karena terbentur aturan modal inti. Sebab itu, OJK melakukan redefinisi atau perubahan pengelompokan bank umum yang sebelumnya menggunakan istilah BUKU menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).

Adakah perbedaan mendasar atas perubahan pengelompokan bank umum tersebut? Jelas ada. Jika pada peraturan sebelumnya bank umum dikelompokkan berdasarkan kegiatan usahanya, sekarang didasarkan pada modal intinya. Pengelompokan bank umum menurut peraturan terbaru tetap digolongkan menjadi empat kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI), dengan pembagian sebagai berikut.

Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu:

Ketentuan KBMI berlaku bagi bank umum berbadan hukum Indonesia, kantor cabang berkedudukan di luar negeri (KCBLN), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah, dan unit usaha syariah bank. Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.

Tujuan perubahan pengelompokan bank umum

OJK melakukan perubahan pengelompokan bank umum tentu saja memiliki tujuan tertentu. Secara umum, tujuan dari perubahan tersebut lebih mengacu pada kepentingan prudensial internal OJK. Meski terdapat perubahan pada modal inti, namun tidak ada bank yang naik atau turun kelas. Artinya, perubahan kelompok bank berdasarkan modal inti tidak berpengaruh pada ‘strata’ masing-masing bank.

Pada prinsipnya, aturan modal inti tetap Rp 3 triliun. Ketika kegiatan usaha bank mengalami kemajuan yang pesat, maka secara otomatis modal akan bertambah seiring dengan perkembangan teknologi, karena teknologi membutuhkan modal.

Bicara tentang teknologi digital, dulu bank umum yang termasuk dalam kategori BUKU I dibatasi dalam membuat produk yang berkaitan dengan digital. Harapannya, bank terkait bersedia untuk menambah modal inti sehingga mengalami kenaikan BUKU. Sayangnya, harapan tersebut tidak terealisasi karena tak lagi relevan dengan kondisi dan perubahan zaman. Oleh sebab itu, OJK mengambil langkah mengubah kelompok bank umum berdasarkan modal inti. Perubahan ini dinilai merupakan langkah tepat, karena tidak lagi mengaitkan dengan kegiatan usaha jaringan bisnis bank, sehingga modal inti antara bank yang satu dengan bank yang lain tidak terlalu jauh.

Selain untuk kepentingan prudensial internal OJK, perubahan pengelompokan bank umum juga bertujuan untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan yang efektif dan pengawasan yang efisien. Penetapan nilai modal inti pada masing-masing kategori atau kelompok telah melalui kajian akademis dan menyesuaikan dengan praktik perbankan di negara lain.

Implementasi peraturan perubahan kelompok bank umum

Dalam implementasi peraturan perubahan kelompok bank umum, OJK tidak menuntut bank segera menyesuaikan modal intinya sesuai dengan KBMI. Hal ini dimaksudkan agar OJK dapat menentukan kelompok bank secara tepat. Ke depannya, OJK akan mengawasi kelompok bank berdasarkan modal inti masing-masing bank di setiap kelas.

OJK mengevaluasi peraturan sebelumnya saat bank dikelompokkan berdasarkan kegiatan usaha, di mana konsolidasi bank tidak terealisasi meski aturan tersebut telah diimplementasikan bertahun-tahun, bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan yang signifikan. Dalam implementasinya justru timbul masalah ketika terjadi perubahan peta bisnis bank yang menuju ke arah digitalisasi.

Syarat pengembangan atau ekspansi kegiatan usaha yang didasarkan modal inti sering kali menjadi kendala bank untuk maju dan berkembang. Tidak sedikit bank yang memiliki manajemen risiko bagus tetapi sulit bertumbuh karena terbentur aturan permodalan. Hal ini mengakibatkan bank-bank kecil mengalami stagnasi, karena tujuannya untuk bisa menjadi bank besar terhambat aturan modal.

Dengan mempertimbangkan kendala dan permasalahan yang timbul pada implementasi peraturan sebelumnya, OJK mencabut kelompok bank BUKU dan mengubahnya menjadi KBMI. Harapannya, bank-bank yang memiliki manajemen risiko bagus menurut regulator, bisa mengajukan perizinan baru untuk penambahan produk atau layanan.

Demikianlah artikel tentang Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI), semoga bermanfaat bagi Anda semua.

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan resmi melakukan perubahan aturan pengelompokan perbankan dari sebelumnya bank umum kegiatan usaha (BUKU) menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).

Adapun sebelumnya, bank umum dibagi dalam empat kategori berdasarkan modal inti, yaitu bank umum kegiatan usaha (BUKU) I, II, III, dan IV. Bank BUKU I memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun, BUKU II Rp1 hingga Rp5 triliun, BUKU III lebih dari Rp5 triliun hingga Rp30 triliun, dan BUKU IV dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun.

Dalam aturan yang terbaru, yakni POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, perbankan dikelompokkan dalam 4 kategori KMBI.  KMBI 1 untuk bank yang memiliki modal inti kurang dari Rp6 triliun. KMBI 2 untuk bank yang memiliki modal inti Rp6 sampai Rp14 triliun. Lalu, KMBI 3 untuk bank yang memiliki modal inti Rp14 triliun sampai Rp70 triliun. Sementara itu, KMBI 4 untuk bank yang memiliki modal inti lebih dari Rp70 triliun.

Dengan demikian, kontestasi bank-bank papan atas nasional juga menjadi berubah. Pasalnya, dari sembilan bank besar yang sebelumnya ada di kelompok BUKU IV, sebanyak empat di antaranya masih memiliki modal inti di bawah Rp70 triliun.

Empat bank yang masuk jajaran kasta tertinggi yakni KBMI IV yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Sementara itu, bank papan atas yang terpaksa turun kasta, artinya tidak lagi masuk di KBMI IV antara lain PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Danamon Indonesia Tbk., PT Bank Pan Indonesia Tbk. serta dua anggota baru PT Bank Permata Tbk. dan PT Bank OCBC NISP Tbk.

PT Bank BTPN Tbk. dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. yang cukup ambisius naik ke kelompok bank papan atas dalam waktu dekat, juga harus kembali memupuk modal lebih kuat jika masih berkeinginan masuk ke jajaran kelompok bank terbesar nasional.

Mengacu pada aturan terbaru tersebut, OJK melakukan pengaturan antara lain peningkatan secara bertahap permodalan Bank Umum yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA minimum Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022. Khusus bagi BPD sampai dengan 31 Desember 2024.

Sehubungan dengan peningkatan Modal Inti minimum dan CEMA minimum menjadi Rp3 triliun tersebut, disadari tiering pengelompokan Bank Umum berdasarkan BUKU (Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha) perlu disempurnakan.

Oleh karena itu dilakukan reklasifikasi pengelompokan Bank Umum dari BUKU menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).

"Perlu diketahui dan penting untuk digarisbawahi bahwa reklasifikasi menjadi KBMI ini tidak mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penyesuaian modal inti atau CEMA sesuai KBMI," sebut OJK dalam siaran pers OJK, Kamis (19/8/2021).

OJK menegaskan pengelompokan Bank Umum berdasarkan KBMI ini hanya diterapkan untuk kepentingan pengaturan ketentuan prudential Bank Umum tertentu serta untuk kebutuhan statistik.

"Tidak lagi dikaitkan dengan kegiatan usaha (produk/aktivitas) serta jaringan kantor sebagaimana pengelompokan berdasarkan BUKU."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Seperti kita ketahui, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Namun seiring berkembangnya teknologi, layanan perbankan kini semakin beragam. Tidak hanya sekadar melakukan transaksi seperti transfer dan tarik tunai, kini kamu bisa membeli pulsa hingga kuota murah melalui ATM ataupun secara online.

Tahukah kamu bahwa bank-bank yang kita kenal selama ini ternyata dikelompokkan menurut tingkatannya? Ada bank skala kecil dan ada bank skala besar. Pengelompokan jenis bank ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Sistem pengelompokan ini dibuat guna meningkatkan daya saing di dalam dunia perbankan agar setiap perusahaan mampu berkembang dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Aturan tersebut kemudian diperbarui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.

Kemudian mengacu pada POJK Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, diatur pula mengenai peningkatan secara bertahap permodalan bank umum, termasuk bank berbadan hukum Indonesia (BHI), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kantor cabang luar negri, yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA (Capital Equivalency Maintained Assets) minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.

Sebelum adanya pengelompokan bank berdasarkan modal inti (KBMI), pengelompokan bank sebelumnya didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Ketentuan mengenai BUKU dapat ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012. Di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.

BUKU 1 merupakan kategori terendah, sedangkan BUKU 4 termasuk kategori tertinggi dibanding BUKU lainnya. Agar kamu dapat lebih memahami perbandingan modal inti setiap kategori, berikut rinciannya:

BUKU 1: Modal inti sampai dengan 1 triliun rupiah.

BUKU 2: Modal inti lebih dari 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah.

BUKU 3: Modal inti lebih dari 5 triliun rupiah hingga 30 triliun rupiah.

BUKU 4: Modal inti lebih dari 30 triliun rupiah.

Karena adanya perbedaan dalam kepemilikan modal inti, maka tiap-tiap kategori memiliki kelengkapan layanan dan cakupan wilayah yang berbeda-beda. Untuk bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 1 dan 2, wilayah kerjanya hanya mencakup wilayah nasional saja. Sementara kategori BUKU 3 dan 4 memiliki fasilitas layanan yang lebih lengkap dan bisa melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri.

Dengan adanya pengelompokan ini, bank umum senantiasa terpacu untuk meningkatkan modal intinya sehingga level kategorinya juga bisa meningkat. Peningkatan kategori ini ini tentu saja akan berpengaruh terhadap cakupan kegiatan usaha yang lebih luas. Pada gilirannya, potensi pendapatan yang bisa diperoleh bank akan lebih besar.

Sejak tahun 2021, OJK tidak lagi mengklasifikasikan bank-bank umum di Indonesia berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1, 2, 3, dan 4. OJK kini menggunakan klasifikasi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).

Dalam aturan terbarunya, OJK menaikkan modal minimal bank di tiap kategorinya. Mengapa penentuan modal inti begitu penting? Karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan tingkat keamanan serta kekuatan suatu bank dalam menghadapi risiko operasionalnya. Artinya, bank dengan modal inti yang tinggi memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam mengelola dana nasabahnya. Begitupun sebaliknya.

Berdasarkan modal intinya, bank dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu KBMI 1, 2, 3, dan 4.

KBMI 1: Modal inti sampai dengan 6 triliun rupiah.

KBMI 2: Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah hingga 14 triliun rupiah.

KBMI 3: Modal inti lebih dari 14 triliun rupiah hingga 70 triliun rupiah.

KBMI 4: Modal inti lebih dari 70 triliun rupiah.

Pengelompokan ini berlaku untuk bank berbadan hukum Indonesia, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, unit usaha syariah bank, dan kantor cabang bank luar negeri (KCBLN). Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.

Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).

Perubahan sistem dari BUKU menjadi KBMI sempat membuat 5 bank “turun kasta”. Kelima bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, PaninBank, Bank Permata, dan Bank OCBC NISP. Kelima bank tersebut kini digolongkan menjadi KBMI 3.

Setelah aturan ini dibuat, ke depannya tidak akan ada lagi bank umum yang memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun. Pada tahun 2021 modal inti bank umum yaitu sebesar Rp2 triliun, dan Rp3 triliun di tahun 2022. Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi persyaratan terkait modal inti, banyak bank kecil yang melakukan right issue atau penambahan modal dari investornya.

Apabila bank tidak mampu memenuhi modal inti minimum sampai batas yang dimaksud, bank-bank tersebut harus “terdegradasi” dan berubah status dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun untuk bisa bertahan, opsi untuk menggabungkan bank atau merger juga dapat dilakukan.

ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi menggunakan mesin anjungan tunai mandiri di Jakarta, Selasa (15/10). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbakan Indonesia mencatat, per Juli 2019 total aset kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) IV dengan modal diatas Rp 30 triliun sudah mencapai 4,396,67 triliun./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/15/10/2019.

Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di saat bayang-bayang perlambatan kredit, bank-bank KBMI 4 tampaknya tetap tenang. Setidaknya, hingga lima bulan pertama 2024, kredit bank-bank digital tetap tumbuh double digit.

Mayoritas kredit bank KBMI 4 pun tercatat tumbuh lebih dari catatan industri tersebut. Hanya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang tumbuh di bawah itu yaitu 10,64% YoY, namun secara nilai tetap menjadi yang terbesar senilai Rp 1.202 triliun.

Adapun, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi yang tertinggi di kalangan bank KBMI 4. Bank berlogo pita emas ini mencatatkan kreditnya tumbuh hingga 19,5% YoY.

Secara rinci, kredit Bank Mandiri di Mei 2024 senilai Rp 1.152 triliun. Sementara, periode sama tahun sebelumnya, kredit Bank Mandiri tercatat sebesar Rp 964 triliun.

Direktur Keuangan BMRI, Sigit Prastowo mengungkapkan dalam melakukan ekspansi kredit, pihaknya akan terus mendorong pertumbuhan kredit di segmen retail.

Harapannya, portofolio mix Bank Mandiri dapat menghasilkan pendapatan bunga yang dapat mengimbangi tren kenaikan biaya dana di tengah kondisi tingginya suku bunga acuan.

“Kami juga akan tetap berupaya menjaga tingkat biaya dana di level optimal untuk menjaga kestabilan tingkat suku bunga kredit dan profitabilitas,” ujarnya, baru-baru ini.

Maklum, saat ini industri perbankan memang sedang diterpa beban bunga yang tinggi. Alhasil, pendapatan bunga bersih tak tumbuh optimal.

Sebut saja, di Bank Mandiri hingga Mei 2024, pendapatan bunga bersih yang didapat senilai Rp 30,41 triliun. Pencapaian tersebut hanya tumbuh 5,29% secara tahunan (YoY).

Baca Juga: Bank Rakyat Indonesia (BRI) Catat Laba Terbesar di Antara Bank Big Cap Hingga Mei

Selanjutnya, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatat pertumbuhan kredit hingga 15,92% YoY atau senilai Rp 826 triliun.

Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, pun mengungkapkan bahwa pihaknya mendorong penyaluran kredit di berbagai sektor, dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan dinamika makro ekonomi domestik maupun global.

Ia juga menambahkan pertumbuhan kredit BCA diikuti perbaikan kualitas pinjaman. Ini sejalan dengan portofolio kredit yang direstrukturisasi berangsur kembali ke pembayaran normal.

“Biaya pencadangan juga kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia,” tandasnya.

Baca Juga: 4 Bank Besar Kompak Cetak Pertumbuhan Laba, Ini Pendorongnya

Terakhir, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mampu meningkatkan kredit sedikit lebih besar dari industri yaitu tumbuh 12,62% YoY. Nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp 708 triliun.

Direktur Keuangan BBNI, Novita W. Anggraeni mengungkapkan bahwa pencapaian yang didapat sudah selaras dengan strategi yang diterapkan di BNI.

“Kita saat ini fokus pada pertumbuhan bisnis yang sehat melalui debitur corporate top tier beserta turunannya,” ujarnya, Jumat (28/6).

Ia juga pernah bilang bahwa dalam menentukan strategi pertumbuhan, BNI selalu mengedepankan tumbuh secara prudent. Khususnya di segmen korporasi baik swasta dan pemerintah.

“Kita melihatnya dari sisi risk appetite, kalau di kuartal 1 lalu sektor perdagangan dan listrik yang banyak,”ujarnya.

Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) mencatat kredit perbankan tumbuh 12,15% per Mei 2024. Angka tersebut melambat dari April 2024 yang mampu tumbuh hingga 13,09% dan Maret 2024 yang tumbuh 12,4%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Adrianus Octaviano Editor: Putri Werdiningsih

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi telah merubah aturan pengelompokan perbankan dari Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Regulasi yang dikeluarkan 2 tahun lalu itu, mengelompokkan bank bank berdasarkan modal usaha lebih besar. Hanya bank dengan modal di atas Rp70 triliun yang berada dalam kasta teratas alias bank jumbo.

Sebelumnya, bank umum dibagi menjadi empat kategori yaitu BUKU I, II, III, dan IV, berdasarkan besaran modal inti.

BUKU I memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun, BUKU II Rp1 hingga Rp5 triliun, BUKU III lebih dari Rp5 triliun hingga Rp30 triliun, dan BUKU IV dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun.

Sedangkan dalam aturan pengganti, yaitu POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, empat KBMI yaitu KBMI 1 untuk bank dengan modal inti kurang dari Rp6 triliun, KBMI 2 untuk bank dengan modal inti Rp6 hingga Rp14 triliun, KBMI 3 untuk bank dengan modal inti Rp14 triliun sampai Rp70 triliun, dan KBMI 4 untuk bank dengan modal inti lebih dari Rp70 triliun.

Akibat perubahan ini, dari sembilan bank besar yang sebelumnya termasuk dalam kelompok BUKU IV, hanya empat di antaranya yang masih memiliki modal inti di bawah Rp70 triliun. Keempat bank ini, yang kini masuk ke dalam KBMI IV, adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Kelompok KBMI IV ini tidak berubah hingga kinerja kuartal III/2023 lalu.

Bank papan atas yang terpaksa turun kasta karena tidak lagi memenuhi persyaratan KBMI IV sejauh ini belum berhasil mengejar batas aturan modal inti. Bank-bank tersebut antara lain PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Danamon Indonesia Tbk., PT Bank Pan Indonesia Tbk., serta dua anggota baru, yaitu PT Bank Permata Tbk. dan PT Bank OCBC NISP Tbk.

PT Bank BTPN Tbk. dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk., yang memiliki ambisi untuk naik ke kelompok bank papan atas, juga belum merealisasikan modal sebagai bank papan atas.

Sesuai aturan terbaru OJK, Bank Umum diwajibkan memenuhi Modal Inti minimum minimum sebesar Rp3 triliun paling lambat pada 31 Desember 2022, kecuali bagi BPD yang memiliki batas waktu hingga 31 Desember 2024. Regulasi modal ini sudah terpenuhi untuk bank umum, sedangkan BPD masih memiliki waktu untuk memenuhi aturan.

OJK menegaskan bahwa reklasifikasi pengelompokan Bank Umum menjadi KBMI tidak memaksa penyesuaian modal inti sesuai dengan ketentuan KBMI. Pengelompokan ini hanya diterapkan untuk kepentingan pengaturan ketentuan prudential Bank Umum tertentu dan kebutuhan statistik, tidak lagi terkait dengan kegiatan usaha atau jaringan kantor seperti pada pengelompokan berdasarkan BUKU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank di jajaran KBMI II, atau bank yang masuk kelompok modal inti lebih dari Rp 6 triliun sampai Rp 14 triliun menunjukkan optimismenya dapat mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan di awal.

PT BPD Jawa Barat Banten Tbk (Bank BJB) misalnya, optimisme bank ini tidak berubah untuk mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 di kisaran 9%-11%.

"Untuk target bisnis sesuai rencana bisnis masih on track, kami melihat bisnis terus bertumbuh, termasuk di kuartal terakhir tahun ini, sesuai guidance kami 9%-11% YoY," kata Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB kepada Kontan belum lama ini.

Optimisme tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan Bank BJB per Agustus 2023, dimana penyaluran kredit tercatat sudah mencapai Rp 114,94 triliun, atau tumbuh 10,6% YoY dari Rp 103,90 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bunga Deposito Siap Menyusul?

Yuddy menyebut melihat perkembangan dan potensi pertumbuhan kredit yang ada tersebut pihaknya memproyeksikan target dapat dapat tercapai hingga akhir tahun.

Adapun secara absolut nominal, Yuddy menyebut segmen konsumer dan korporasi menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan kredit Bank BJB. Meski begitu dirinya mengatakan kredit segmen korporasi pertumbuhannya tidak seoptimis proyeksi mereka di awal tahun.

"Ini karena berbagai kondisi makro juga memperhatikan kondisi kas yang masih cukup besar dimiliki oleh korporasi untuk mendukung aktivitas operasional dan modal kerjanya, juga suku bunga yang masih tinggi saat ini," kata Yuddy.

Di sisi lain, Yuddy melihat kredit segmen KPR masih memiliki permintaannya cukup tinggi, terutama untuk kredit rumah subsidi.

Lebih lanjut, Yuddy bilang segmen konsumer dan ritel juga pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal pertama 2023, sehingga ke depan akan mampu membantu dalam pencapaian target pertumbuhan kredit di akhir tahun 2023.

Senada, PT Bank KB Bukopin Tbk juga optimis untuk mencapai pertumbuhan positif dalam penyaluran kredit hingga akhir tahun 2023.  Wakil Direktur Utama Bank KB Bukopin Robby Mondong mengatakan pihaknya terus mengupayakan ekspansi penyaluran kredit sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja bisnis bank.

"Kami melihat potensi yang besar dalam segmen wholesale (korporasi) sehingga saat ini, segmen ini menjadi fokus kami sambil tetap mendukung pertumbuhan segmen small medium enterprise (SME) dan ritel," kata Robby kepada Kontan, Senin (23/10).

Robby menyebut dengan strategi tersebut, pihaknya percaya bahwa target pertumbuhan kredit sekitar 5%-6% YoY dapat tercapai hingga akhir tahun, dan akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Bank KB Bukopin yang berkelanjutan di masa mendatang.

Baca Juga: BI Perpanjang Insentif DP 0% Untuk KPR, Begini Respons Perbankan

Meski tidak menyebut rincian berapa besar kredit yang sudah disalurkan hingga Agustus/September, namun Robby bilang capaian perseroan hingga saat ini menunjukkan perkembangan positif.

"Pada semester pertama tahun 2023, kami mencatat pertumbuhan kredit baru yang signifikan, meningkat hingga 40% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.

Segmen korporasi atau wholesale banking menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit yang signifikan di Bank KB Bukopin hingga saat ini.

Adapun strategi Bank KB Bukopin untuk mencapai target pertumbuhan kredit sesuai RBB, yakni dengan berfokus pada segmen korporasi atau wholesale terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh cross-selling dengan penyaluran kredit pada segmen SME dan ritel.

Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Tendi Mahadi

Bank punya peranan yang sangat krusial pada masyarakat modern. Dari tahun ke tahun, bank terus mengalami perkembangan dan perubahan. Karena itu, memperhatikan perkembangan dan performa bank yang ada di Indonesia, serta pengaruhnya pada industri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengubah pengelompokan bank. Semula dinamakan BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha), kini diubah menjadi KBMI (Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti).

Apa sebenarnya perbedaan dari perubahan nama pengelompokan ini? Dan kenapa harus diubah? Tentu ada alasannya. Biar lebih jelas, berikut ulasanya.

Pada dasarnya pengelompokan ini sama. Yaitu berlaku untuk semua bank umum reguler, bank umum yang menjalankan aktivitas dengan prinsip syariah, dan Kantor Cabang Bank Luar Negeri. Bedanya adalah ketentuan modal inti bank pada BUKU jumlahnya lebih rendah. Sementara untuk KBMI, OJK sebagai lembaga yang berwenang menetapkan modal inti lebih tinggi.

BUKU dulunya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada saat itu, Bank Indonesialah yang memiliki kewenangan sebagai lembaga yang bertindak selaku regulator dalam industri keuangan. Salah satunya tentu termasuk perbankan. Tapi saat ini, regulator sektor keuangan sudah didelegasikan pada OJK. Sehingga pengelompokan KBMI yang baru ini menjadi kewenangan OJK.

BUKU merupakan pengelompokan yang dibuat sebelum masa pandemi. Sementara dengan kondisi terbaru saat ini, perlu diadakan pembaruan. Berkembangnya teknologi digital yang begitu pesat, ditambah perkembangan industri keuangan tentu menuntut OJK sebagai regulator untuk membuat kebijakan baru yang lebih kompatibel dengan situasi terkini.

Apa yang Diatur dalam BUKU dan KBMI?

Pada dasarnya dalam BUKU dan KBMI berisi peraturan mengenai kegiatan usaha perbankan secara konvensional maupun syariah. Di dalamnya melingkupi aturan tentang pendirian bank, aturan proses bisnis, jaringan kantor, layanan digital, dan pendirian bank digital. Bahkan diatur pula sampai ke cara mengakhiri usaha perbankan.

Hanya saja, di dalam KBMI isinya lebih modern untuk memenuhi tuntutan jaman dan kondisi yang dialami dunia saat ini. Perkembangan digital menuntut berbagai aktivitas keuangan digital untuk semakin aktif memperbaiki diri. Konsumen ingin dilayani dengan lebih cepat dan mudah lewat layanan digital.

Lewat KBMI, OJK juga mengatakan adanya proses yang lebih sederhana untuk perizinan mendirikan bank dan memperluas jaringan kantor. Layanan digital yang ditingkatkan sangat dibutuhkan, bahkan diprioritaskan. Ini dinilai sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing yang sehat antar bank.

Konsumen akan memilih bank dengan pelayanan yang cepat, aman, dan memadai. Sehingga tiap bank akan berusaha sebaik mungkin untuk hadir dengan pelayanan digital yang terbaik bagi konsumen. Dengan begitu, OJK mengharapkan akan terjadi perubahan yang lebih cepat dari pihak bank dan sektor perbankan pun bisa bergerak maju.

Pengelompokan Bank dalam BUKU

BUKU mengelompokkan bank berdasarkan modal inti menjadi 4 bagian yaitu:

Kelompok ini merupakan lembaga perbankan dengan modal inti yang paling rendah tepatnya kurang atau sampai dengan Rp 1 triliun. Kegiatan bank yang termasuk kategori BUKU 1 ini terbatas pada penghimpunan dana, penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, penyertaan modal sementara untuk menyelamatkan kredit, dan perdagangan valuta asing.

Ada beberapa kegiatan yang dibatasi. Misalnya sistem electronic banking yang sangat terbatas. Untuk kerja sama dan bermitra dengan pihak lain juga cukup dibatasi.

Kelompok ini adalah bank yang memiliki modal inti mulai dari Rp 1 triliun sampai Rp 5 triliun. Kegiatan yang boleh dilakukan bank di kategori ini antara lain adalah penghimpunan dan penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, bermitra dan bekerja sama dengan pihak luar, electronic banking yang lebih luas, perdagangan valuta asing, serta penyertaan modal.

Kelompok ini adalah bank dengan modal inti mulai dari Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Cakupan kegiatan yang boleh dilakukan adalah semua yang bisa dilakukan oleh bank di kategori BUKU 1 dan BUKU 2. Bank BUKU 3 sudah diperbolehkan memiliki kegiatan di tingkat mancanegara, tapi masih sebatas benua Asia saja.

Terakhir ada kategori BUKU 4 di mana di dalamnya termasuk bank yang modal intinya adalah Rp 30 triliun ke atas. bank yang ada di kategori ini bisa memiliki kegiatan mancanegara. Hanya saja, cakupannya tentu lebih luas jika dibandingkan dengan bank yang ada di kategori BUKU 3.

Pengelompokan Bank dalam KBMI

Sementara itu, pengelompokan bank dalam KBMI juga dilakukan berdasarkan modal inti. Hanya saja jumlah modalnya lebih besar. OJK menetapkan modal harus dipenuhi oleh pihak perbankan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2022.

Sesuai dengan Peraturan OJK 12/2021, pembagian bank dalam KBMI terbagi menjadi 4 kategori. Keempatnya adalah sebagai berikut:

Kelompok ini merupakan bank yang memiliki modal inti sampai dengan Rp 6 triliun. Namun sebenarnya menurut OJK, modal yang diwajibkan dipenuhi hingga akhir tahun depan hanya Rp 3 triliun saja. Untuk Bank Pembangunan Daerah diberi kelonggaran untuk dipenuhi hingga 2024. Sementara bank lainnya di akhir 2022.

Kelompok yang kedua ini merupakan bank yang memiliki modal inti mulai dari Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun.

Pada kelompok yang ketiga, modal inti yang harus dipenuhi oleh bank mulai dari Rp 14 triliun hingga maksimal Rp 70 triliun.

Terakhir di kategori KBMI 4 adalah berbagai bank besar yang ada di tanah air yang memiliki modal inti senilai lebih dari 70 triliun.

Terlihat bahwa beda BUKU Bank vs KBMI terletak pada kekuatan modal inti. Kini bank harus memiliki modal inti lebih banyak dengan tujuan menyesuaikan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan modal inti lebih besar, jaminan keamanan yang diterima masyarakat jadi lebih baik.

Demikianlah artikel tentang perbedaan BUKU Bank vs KBMI, semoga bermanfaat bagi Anda semua.

ILUSTRASI. OJK mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/0411/2021.

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan (year on year/yoy) dengan nilai total aset mencapai Rp 11.427,96 triliun pada tahun lalu per November 2023. Pertumbuhan aset tersebut sejalan dengan tren kenaikan penyaluran kredit perbankan yang sebesar 10,38% yoy pada tahun lalu.

Bank dengan kategori modal inti (KBMI) IV menjadi bank dengan penguasaan aset terbesar yakni dengan porsi aset 50% dari seluruh total aset di industri bank nasional dengan total nilai aset Rp 5.742,33 triliun.

Masing-masing bank di KBMI 4 bahkan telah mencatatkan total nilai aset di atas Rp 1.000 triliun di tahun lalu.

Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Kripto?

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi jawara dengan nilai aset terbesar secara konsolidasi yakni mencapai Rp 2.174,22 triliun atau tumbuh 9,11% yoy sepanjang tahun 2023. Sementara itu secara bank only, Bank Mandiri mencatat nilai aset Rp1.688,85 triliun atau tumbuh 6,93% yoy.

Di posisi kedua ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang secara konsolidasi mencatat nilai aset sebesar Rp 1,965 triliun, tumbuh 5,33% yoy. Namun jika melihat nilai total aset secara bank only, BRI justru menjadi jawaranya dengan total aset sebesar Rp1.835,24 triliun pada 2023 lalu atau tumbuh 4,81% yoy.

Selisih total aset Bank Mandiri dengan BRI secara konsolidasi terpaut cukup jauh yakni sekitar Rp209,22 triliun pada 2023, bahkan gap tersebut naik dari Rp 126,91 triliun di akhir 2022. Hal ini disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan kredit Bank Mandiri yang lebih tinggi 16,3% dibandingkan BRI yang tumbuh 11,2% yoy, serta kontribusi dari anak usaha masing-masing perseroan.

Sejalan dengan itu para bankir optimistis pertumbuhan aset yang berkualitas akan sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2024.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan didorong oleh perekonomian Indonesia yang bakal tumbuh dengan baik di 2024, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 13%-15%, dengan strategi memperkuat kompetensi penyaluran kredit di segmen wholesale banking.

Sementara itu Direktur BRI Sunarso menyebut target kredit agresif di kisaran 11%-12% yoy dengan menyasar segmen pertumbuhan baru dari sektor ultra mikro.

Selanjutnya di posisi ketiga dengan total aset terbesar diisi oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai aset secara konsolidasi sebesar Rp 1.408 triliun, tumbuh 7,1% yoy. Sementara secara bank only nilai aset BCA sebesar Rp 1.370,87 triliun atau tumbuh 6,82%.

Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada di posisi keempat dengan total nilai aset Rp1.086,66 triliun atau tumbuh 5,52%, sementara secara bank only nilai aset BNI mencapai Rp 1.048,73 triliun atau tumbuh 5,13% yoy.

Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggaraini mengatakan tahun ini pihaknya bakal konsisten mendorong pertumbuhan kredit yang berkualitas untuk menjaga pertumbuhan aset bank yang berkualitas.

Baca Juga: Ini Bank-bank Paling Efisien di Indonesia

“BNI akan konsisten dalam membukukan pertumbuhan kredit yang berkualitas dari segmen konsumen, Corrporate dan UMKM sehingga kualitas aset akan sehat dalam jangka panjang,” kata Novita.

Sejalan dengan itu BNI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 9% sampai 11% pada tahun 2024.

Untuk menjangkau lebih banyak debitur, BNI bakal memperluas digitalisasi sejalan dengan proses pengembangan bisnis dengan transaksi yang lebih Advannce.

“Transformasi cabang hingga peningkatan skala bisnis perusahaaan anak yang memungkinkan BNI memiliki proposisi nilai atau value proposition dan customer injection yang unggul,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Herlina Kartika Dewi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya beberapa bank yang masuk kasta tertinggi industri perbankan di Tanah Air. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melabeli bank dalam kategori ini sebagai Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV, dengan minimal modal inti Rp 70 triliun. Jumlahnya pun bisa dihitung jari sebelah tangan.

Mereka adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Total aset secara konsolidasi keempat bank tersebut luar biasa besar. Di mana bila dijumlahkan keempatnya memegang aset keuangan sebesar Rp 6.247 triliun per September 2023.

Industri perbankan di Indonesia pun memberikan daya tarik tersendiri bagi para investor dari luar negeri. Memang bukan tanpa alasan, karena kendati memiliki aset besar, keempat bank tersebut masih mencatatkan pertumbuhan aset di atas 5%. BMRI mampu meningkatkan aset konsolidasian 9,11% dalam setahunan. BBRI tumbuh 9,9%. BBCA naik 7,2%. Begitu pula dengan BBNI yang total asetnya mampu tumbuh 7% per akhir September 2023.

Tidak heran kalau salah satu raksasa keuangan di Korea Selatan, KB Financial Group (KBFG) kepincut dengan kue perbankan di Indonesia. Lewat Kookmin Bank, KBFG mengakuisisi Bank Bukopin dan masuk ke pasar Indonesia pada 2018. Setelah menjalani transformasi, PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) kini mengusung merek dan logo baru KB Bank.

"Kami yakin dengan penggantian nama ini akan semakin meningkatkan kepercayaan nasabah sekaligus memperkuat brand 'KB' sebagai bank yang terdepan, terpercaya dan dicintai masyarakat Indonesia," ungkap Presiden Direktur KB Bank, Tom (Woo Yeul) Lee awal bulan ini.

Saat ini KB Bank memang masih berada dalam level KBMI II, dengan modal inti di kisaran Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun. Namun, backing bank ini bukan kaleng-kaleng karena ada Kookmin Bank yang punya aset senilai 519,05 triliun Won (atau setara Rp 6.124 triliun) perk akhir September 2023. Bisa dibilang ada bank setara 4 bank terbesar di Indonesia di belakang KB Bank.

Tentu akan sangat menarik melihat strategi KB bank di bawah arahan KBFG.

Tom (Woo Yeul) Lee optimis bisa mendorong perkembangan KB Bank di Indonesia. Apalagi ia melihat Indonesia memiliki masa depan yang baik dan masih akan terus berkembang.

"Populasi Indonesia enam kali lipat dari Korea Selatan (Korsel) dan yang terpenting Indonesia (memiliki) sumber daya alam yang akan membuat negara ini tumbuh lebih cepat dari Korsel," jelas Tom (Woo Yeul) Lee lagi.

Oleh karena itu, Tom menjelaskan bahwa KB Bank sudah memiliki rencana untuk membidik beberapa industri di Indonesia ke depan. Satu bocoran industri yang dibidik adalah electric vehicle (EV) atau mobil listrik. Perseroan akan membantu permodalan di sektor tersebut, karena melihat penggunaan EV di Indonesia telah bertumbuh dengan cepat.

"Saya melihat Indonesia akan menjadi negara pemimpin untuk industri EV, bukan hanya penyediaan kendaraan mobil roda empat. Tapi juga bus dan kendaraan umum lainnya," tegas Tom.

Saksikan video di bawah ini: